31 October, 2014

Business Trip Kalimantan

Setelah beristirahat selama kurang lebih 3 bulan, tiba waktunya untuk melakukan Business Trip lagi. Kali ini tujuannya adalah beberapa kota, yaitu Balikpapan, Tenggarong, Samarinda, Bontang, Banjarmasin dan Palangkaraya.

Balikpapan

Setelah mendarat di Balikpapan, saya langsung berangkat menuju Tenggarong dengan menggunakan mobil, ditemani oleh pemilik salah satu TV Kabel lokal di Balikpapan. Perjalanannya sama dengan ke Samarinda.

Di tengah perjalanan kami sempatkan untuk makan siang di Rumah Makan Sumedang. Jauh-jauh ke Kalimantan, nama rumah makannya Sumedang dan salah satu hidangan andalannya adalah Tahu Goreng Sumedang.

Tenggarong

Menunggu perahu, Tenggarong, Kalimantan Timur
Sebelum memasuki Samarinda kami keluar dari jalan utama dan mengambil arah menuju Tenggarong. Walaupun sisa jaraknya tidak terlalu jauh, tetapi perjalanan sangat tidak lancar karena sedang ada perbaikan jalan. Beberapa kali kami harus berhenti menunggu kendaraan dari arah depan, bergantian menggunakan jalan karena separuh jalannya sedang diperbaiki. Kadang sebelah kiri dan kadang sebelah kanan perbaikannya. Setelah melewati ruas yang sedang diperbaiki, sisa perjalanan harus melewati jalanan yang rusak cukup parah, di sepanjang sisi Sungai Mahakam.

Meeting dengan media lokal di Tenggarong berjalan dengan lancar dan sekarang saatnya kami melanjutkan perjalanan ke Samarinda untuk meeting dengan media setempat. Kami tidak melewati jalan yang tadi kami lalui, tetapi kami akan menyeberangi sungai Mahakam dengan menggunakan ferry untuk menuju ke Samarinda.

Melintasi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur
Sejak robohnya jembatan Kutai Kartanegara beberapa waktu lalu yang sampai menelan korban jiwa dan saat ini sedang dalam perbaikan, perjalanan dari Tenggarong ke Samarinda dan sebaliknya harus menggunakan ferry atau melewati jalan rusak yang kami lalui tadi, dengan konsekuensi memakan waktu yang lebih lama.

Sesampainya di tempat penyeberangan, barulah saya melihat bahwa yang dikatakan ferry oleh rekan saya tersebut, ternyata adalah perahu kayu model LST dengan kapasitas 3 mobil. "Wah!? Kenapa jadi begini ceritanya?" batin saya. Dengan model perahu seperti ini, bisa dipastikan faktor keselamatan tidak akan terperhatikan. Secara reflek, saya mulai memasukkan Blackberry, Android, iPhone, iPad dan dompet saya ke dalam tas plastik bekas belanja di Alfamart sebelum memasukkannya ke dalam backpack. Saya bisa berenang. Lumayan jago malahan. Tetapi smartphone dan tablet khan tidak bisa berenang.

Perahu penyeberangan di Sungai Mahakam
Penyeberangan berjalan dengan lancar dan aman selama lebih kurang lima belas menit tanpa informasi mengenai prosedur keselamatan apabila terjadi kondisi darurat. What do you expect anyway? A life vest demo from cabin attendant? They don't have life vest, nor cabin attendant.

Turun dari perahu. Ya, saya yakin itu perahu dan bukannya ferry, kami melanjutkan perjalanan ke Samarinda dan langsung meeting dengan media setempat setibanya kami di sana, dan dilanjutkan dengan makan malam.

Samarinda

Selesai meeting dan makan malam dengan media lokal di Samarinda, kami merubah rencana yang semula akan bermalam di Samarinda, menjadi bermalam di Bontang. Pertimbangannya adalah daripada besok pagi-pagi kami harus berangkat ke Bontang, lebih baik malam ini saja sekaligus ke Bontang karena masih jam delapan malam, sehingga sekitar tengah malam kami akan tiba di Bontang. Sekalian saja capeknya.

Cafe Singapura, Bontang

Bontang

Pukul setengah satu malam, kami tiba di Bontang dan langsung check-in di hotel yang di rekomendasikan oleh rekan media. Kamarnya masih baru, dan room rate-nya cukup membuat kejutan karena kamar suite room yang sudah dipesankan terlebih dahulu oleh media di bontang ternyata hanya 255.000 rupiah per malam. Kejutan dua kali karena saat pertama saya melihat receiptnya sedang dibawa oleh receptionist, sekilas terbaca dua juta sekian, tetapi setelah saya teliti ternyata hanya 255.000 rupiah.

Setelah menyelesaikan meeting dan survey, kami makan siang dan dilanjutkan dengan menikmati kopi di Cafe Singapura. Bukan hanya namanya Singapura, tetapi pemilik cafe ini membangun patung merlion dengan ukuran besar, kurang lebih sama dengan patung aslinya di Singapura.

Kutai Kartanegara

Tugu Equator, Santa Ulu, Kutai Kartanegara
Dalam perjalanan kembali ke Balikpapan, kami menyempatkan untuk singgah di Tugu Equator, yang terletak di Santan Ulu, Kutai Kartanegara. Seperti hal-nya Tugu Khatulistiwa di Pontianak yang juga sudah saya kunjungi dan saya tuliskan pada entry sebelumnya, tugu equator ini sebagai penanda garis lintang 0° yang membagi bumi menjadi 2 bagian belahan - Utara dan Selatan.

Sayangnya, berbeda dengan tugu khatulistiwa di Pontianak yang terawat rapi dan ada penjaganya, di tugu khatulistiwa ini tidak ada penjaganya. kami hanya bisa berfoto di depannya, tetapi pintu masuk ke gedungnya dalam kondisi di gembok. Di halaman dan jalan setapaknya pun banyak berserakan daun kering.

Balikpapan

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih delapan jam dari Bontang, dengan diselingi istirahat dan minum kopi di Samarinda, tibalah kami kembali di Balikpapan. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam saat saya memasuki hotel. Capeknya jangan ditanya lagi, sehingga saya bahkan langsung tertidur tanpa sempat membersihkan badan dan ganti pakaian.

Pagi harinya setelah breakfast, kami menyelesaikan dua meeting dan survey ke media lokal sebelum menuju bandara untuk terbang ke Banjarmasin. Ada dua jadual meeting di Banjarmasin, malam ini dan besok pagi.

Banjarmasin

Pukul delapan malam, saya mendarat di Banjarmasin dan disambut asap dari hasil kebakaran hutan saat keluar dari pintu pesawat.

Saya dijemput oleh rekan media di Bandara. Setelah singgah sebentar untuk makan malam, kami menuju hotel untuk membicarakan lebih detail kerjasama antara Lejel dengan media tersebut.

keesokan paginya, saya meeting dengan media lokal yang lain dan setelah itu saya berangkat menuju Palangkaraya dengan menggunakan mobil.

Palangkaraya

Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah
Setelah sempat singgah di Kuala Kapuas untuk makan siang, akhirnya perjalanan darat selama 4 jam ini berakhir. Kami memasuki kota Palangkaraya yang berasap. Sepanjang perjalanan Banjarmasin - Palangkaraya tadi, kami beberapa kali melewati beberapa area yang sedang terbakar, lengkap dengan anggota TNI yang berusaha memadamkan kebakaran. Kondisi jalannya berkabut asap.

Bau asap cukup menyesakkan nafas, juga terasa pada saat saya sudah di area lobby hotel untuk check-in. Asapnya masuk lobby, dan ternyata asap itu juga masuk kamar. Awalnya saya berniat complain karena bau asap di kamar, tetapi mau bagaimana lagi karena kotanya memang sedang berasap cukup tebal.
Reception hotel berbaik hati memberi masker sehingga saya bisa bernafas lebih baik, walaupun juga tetap tidak nyaman. Terlebih lagi saat siang itu saya dan rekan media setempat harus meeting sambil menggunakan masker.

Kebakaran lahan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah
Malam harinya asap mereda, sehingga meeting dan acara makan malam bisa berjalan lebih lancar. Sudah selesai dua meeting di kota ini, tinggal satu meeting lagi besok siang, sebelum kembali ke Jakarta.

Keesokan paginya, sambil menunggu jadual meeting, saya menghabiskan waktu di kamar hotel untuk membuat laporan. Rencananya saya akan turun jam 12 siang, check-out dari hotel, kemudian meeting dengan satu lagi media lokal dan berangkat ke bandara. Tetapi baru menunjukkan jam 11, saya merasa pusing dan mual seperti mabok laut. Saya segera menyadari bahwa saya mulai keracunan asap yang masuk ke kamar. Saya melihat dari jendela kamar hotel, di luar memang asap terlihat cukup tebal.

Saya memutuskan untuk turun dan check-out saat itu juga, kemudian menunggu kedatangan media lokal sambil duduk di lobby. Walaupun ada asap juga, tetapi setidaknya sirkulasi udaranya lebih baik.

Palangkaraya berasap, dari jendela kamar hotel
Setelah selesai meeting dan tiba di bandara, masih ada masalah baru. Pesawat dipastikan akan delay, karena tebalnya asap sehingga pesawat dari Jakarta yang akan saya gunakan pukul 17:20, belum bisa dipastikan apakah bisa mendarat. Bahkan pesawat yang seharusnya tiba tadi pagi pun belum berangkat dari Jakarta hingga sore ini. Ditambah lagi info bahwa kemarin, pesawat yang seharusnya mendarat sekitar pukul lima sore kurang, baru mendarat pada pukul 10 malam.

Kekhawatiran dan ketidakpastian itu langsung hilang setelah pada pukul tujuh malam, pesawat dari Jakarta yang sedianya untuk penerbangan pagi akhirnya mendarat dan 10 menit kemudian, pesawat yang akan membawa saya juga mendarat.

Selesai sudah perjalanan dinas yang padat dan melelahkan ini, saatnya saya kembali bekerja dengan normal di kantor untuk beberapa minggu sebelum menjalani perjalanan dinas lagi.