05 August, 2015

Vespa Primavera

Sudah 4 bulan sejak posting terakhir saya. Bukannya saya tidak pergi kemana-mana, tetapi karena tempat-tempat yang saya kunjungi sejak bulan April lalu hingga bulan Juli, yaitu ke Bali, Batam, Singapore, Ternate dan Manado, sudah pernah ada di posting-posting saya sebelumnya dan kebetulan tidak ada hal-hal baru yang menarik untuk diceritakan.

Baru datang dan langsung diajak berfoto..
Satu hal yang hampir terlewat untuk diceritakan adalah adanya penghuni baru di garasi saya. Sudah cukup lama saya ingin membeli Vespa, tetapi karena bukan kebutuhan pokok, jadilah rencana membelinya dikalahkan oleh banyaknya kebutuhan dan keinginan saya yang lain. Apalagi sudah ada 1 moge matic dan 1 bebek matic di garasi.

Kalau sudah rejeki, memang tidak akan kemana-mana. Akhirnya saya mendapat Vespa di bulan kelahiran saya. Hadiah Ulang Tahun untuk saya dari saya sendiri. Awalnya saya berniat untuk memilih Vespa Sprint sesuai masukan dari jagoan saya yang sulung dan yang nomer 2.Tetapi jagoan saya yang bungsu terus menerus memberi masukan (bahasa halus untuk memaksa) untuk memilih Vespa Primavera.

Masukan si bungsu ternyata ada benarnya juga karena pada saat saya mencoba Vespa Sprint di showroom, hanya jempol kaki saya yang sukses menyentuh lantai. Bisa kram kalo harus berjinjit terus. Giliran mencoba Primavera, hasilnya lebih manusiawi karena walaupun kaki saya belum bisa seratus persen menapak, tetapi setidaknya lima jari dan telapak kaki bagian depan sudah bisa menapak. Ukuran velg Primavera memang lebih rendah 1 inchi dibandingkan Sprint

Sebenarnya kalau dilihat spesifikasinya, Vespa tidak terlalu tinggi. Tetapi setelah saya perhatikan, ternyata jok-nya lebar, sehingga kaki tidak bisa lurus menjejak ke tanah.

Setelah akhirnya memutuskan untuk memilih Vespa Primavera, barulah kesibukan berburu asesoris dimulai. Saya baru tahu kalau ternyata bukan hanya Harley-Davidson yang asesorisnya banyak. Asesoris Vespa juga tidak kalah banyak.. Mulai dari asesoris untuk pengendara sampai asesoris untuk motornya.

Jadilah akhirnya saya membeli crash bar, back rack, front bumper, pet lampu dan mud flap untuk si Vespa. Sudah selesai? Ternyata belum. Karena si Vespa belum keluar plat nomornya dan saya sudah tidak sabar untuk membeli asesorisnya, jalan satu-satunya adalah membeli asesoris dan memasangnya sendiri. Saya sangat percaya diri bahwa memasang asesoris-asesoris tersebut sangat mudah, apalagi penjualnya mengatakan bahwa semuanya tinggal plug & play. 

Setelah beberapa jam keringat bercucuran dan segala bentuk keluhan dan umpatan keluar, saya hanya sukses memasang mud flap saja. Saya yakin ada kesalahan pada asesoris-asesoris lainnya karena sulit memasangnya. Hasilnya selalu miring dan mudah terlepas. Saya coba telepon toko asesoris, mereka yakin tidak ada yang salah dan menganjurkan saya untuk membawa Vespa ke tokonya di Otista untuk dikerjakan oleh anak buahnya. 

Karena nomor polisi belum ada dan jarak Bintaro - Otista yang lumayan jauh, akhirnya saya browsing untu mencari alamat bengkel Vespa di daerah Bintaro. Setidaknya kalau masih di dalam bintaro tidak ada razia kendaraan bermotor sehingga saya bisa membawa si Vespa tanpa nomor polisi.

Akhirnya ketemu juga bengkelnya dan saya harus mengakui bahwa perkataan penjual asesoris bahwa pemasangannya mudah, tinggal plug and play, dan bahwa tidak ada yang salah dengan asesoris yang saya beli, ternyata memang benar adanya. Tidak lebih dari 20 menit, semua asesoris sudah terpasang dengan rapi dan ketika saya menanyakan berapa biaya yang harus saya bayar, ternyata biayanya hanya 70 ribu.

Sekarang si Vespa sudah keren. Setidaknya menurut saya dan saat ini justru saya yang masih bingung, mau dipakai kemana si Vespa ini. Moge matic yang sudah berumur hampir 6 tahun saja pemakaiannya belum lebih dari 2000 km dan bebek matic yang berumur 7 bulan, pemakaiannya baru sekitar 250 km. Tugas motor-motor ini memang hanya ke Indomart, Alfamart, beli rokok di warung dan beli makanan di gerbang kompleks. Mungkin saya harus mulai ikut touring motor ke luar kota supaya motor-motor ini terpakai.

26 March, 2015

Seoul, Korea Selatan

Jakarta to Seoul
Kali ini saya berkesempatan mengunjungi Korea, saat salah satu asosiasi TV kabel yaitu ICTA (Indonesia Cable TV Association) yang merupakan mitra kerjasama promosi kami, mendapat undangan untuk menghadiri pameran yang diselenggarakan oleh KCTA (Korea Cable TV Association) pada tanggal 10-12 Maret di Seoul. Karena perusahaan kami adalah perusahaan Korea, maka pengurus ICTA meminta kami untuk ikut berangkat ke Korea sebagai pendamping dan jadilah saya, yang selama ini menangani kerjasama antara Lejel dengan ICTA, berangkat mendampingi.

Hari Minggu 8 Maret 2015 pukul 21:00, rombongan kami berkumpul di Bandara Soekarno Hatta. Total berjumlah 50 orang, dan tepat pukul 23:45, kami bertolak ke Seoul menggunakan Asiana Airlines.


Incheon Airport


Setelah penerbangan selama kurang-lebih tujuh jam, kami mendarat di Incheon International Airport. Bandaranya besar, bagus dan bersih. Setelah selesai urusan Imigrasi, bagasi dan bea cukai, saya keluar dan disambut oleh spanduk selamat datang dari Korea Tourism Organization bagi rombongan kami dan ada juga yang sudah menunggu saya yaitu Herina, istri dari Mr. Son, salah satu Direktur di Lejel. Herina menunggu saya, karena saya membawa titipannya yang isinya antara lain sambal ABC, sambal Belibis dan emping belinjo. 

Incheon Airport Arrival Terminal
Sambil menunggu beberapa anggota rombongan yang masih belum keluar dan sebagian lagi masih sibuk ke toilet atau mengambil jaket tebal dari koper karena saat ini Korea sedang di penghujung musim dingin, saya menukarkan dolar Amerika saya dan kemudian keluar gedung terminal untuk merokok. Udara yang sangat dingin langsung menyambut saya. Jaket saya sudah cukup hangat, tetapi bagian wajah dan tangan bisa merasakan perbedaan suhu yang sangat besar. Semalam saya masih merasakan suhu 30°C di Jakarta dan tiba-tiba sekarang saya harus merasakan suhu -2°C.

Segera saya habiskan rokok dan masuk kembali ke gedung terminal untuk bergabung dengan anggota rombongan yang sudah bersiap-siap untuk berjalan ke bis yang akan kami gunakan selama di Seoul. Kami akan langsung berangkat menuju Nami Island, karena saat itu masih pukul 10 pagi, sehingga kami belum bisa check in di hotel tempat kami akan menginap.


Nami Island



Nami Island
Nami Island adalah sebuah pulau di tengah sungai Bukhangang. Diambil dari nama Jendral Nami yang terkenal pada masa pemerintahan Raja Sejo di era Dinasti Joseon, yang kemudian dimakamkan di Nami Island. Pulau ini menjadi terkenal karena merupakan lokasi pembuatan film drama Korea, dan yang paling terkenal adalah serial drama "Winter Sonata".

Setelah menikmati makan siang di salah satu restaurant di dekat dermaga penyeberangan, kami berjalan kaki menuju dermaga dan kemudian menyeberangi sungai dengan menggunakan kapal ferry kecil selama kurang lebih 10 menit.

Hampir 3 jam kami menghabiskan waktu untuk menjelajahi Nami Island. Mungkin karena masih akhir musim dingin, pulaunya jadi terlihat gersang. Rumput-rumput masih berwarna coklat, sebagian besar pohon-pohonnya masih gundul dan di beberapa selokan dan kolam, airnya dilapisi es tipis. Dinginnya udara dan kencangnya angin yang menerbangkan debu juga menyebabkan kurang nyamannya acara menjelajahi Nami Island.

Dari Nami Island, kami menempuh perjalanan sekitar 2 jam menuju Seoul. Rombongan kami sempat mampir terlebih dahulu untuk makan malam dengan menu khas Korea - Samgyetang, yaitu ayam rebus dengan ginseng dan di dalam perut ayam diisi nasi ketan. Setiap orang mendapatkan satu ekor ayam utuh. Setelah selesai makan malam, kami melanjutkan perjalanan dan hanya sekitar 15 menit kemudian kami tiba di hotel tempat kami akan menginap, Skypark Dongdaemun Hotel.


Kimchi Making Class & Wearing Hanbok


Kimchi making class & wearing Hanbok
Kimchi adalah salah satu makanan khas Korea, yang terbuat dari sawi putih, dilumuri bumbu seperti sambal dan di fermentasi. Rasanya asem segar dan selalu disediakan secara gratis di semua tempat makan yang kami kunjungi. Tidak hanya gratis, tetapi boleh tambah sepuasnya. Mereka percaya bahwa Kimchi memberi manfaat yang sangat baik bagi kesehatan.

Di hari ke dua di Seoul ini, kami berkesempatan untuk mengunjungi salah satu produsen Kimchi yang mengadakan kelas untuk belajar membuat Kimchi dan untuk lebih menarik minat peserta kelas membuat Kimchi, peserta diberikan kesempatan untuk berfoto dengan menggunakan busana tradisional Korea - Hanbok, setelah selesai belajar membuat Kimchi. Walaupun saya amat sangat mengerti bahwa saya tidak akan cocok mengenakan Hanbok, tetapi karena disediakan secara gratis, tidak saya sia-siakan kesempatan untuk mempermalukan diri sendiri ini. Lagipula, saya tidak sendirian, karena dari total 50 anggota rombongan, menurut saya tidak lebih dari 5 orang yang rada cocok mengenakan Hanbok.


Seoul Tower


N Seoul Tower
Setelah pada pagi harinya mengikuti Kimchi Making Class dan siangnya mampir di Trick Eye Museum, sore itu kami berkesempatan mengunjungi Seoul Tower, dan sesuai info dari tour guide, kendaraan tidak bisa mencapai pelataran tower, sehingga kami harus berjalan dari tempat parkir bis menuju ke Seoul Tower.

Seoul Tower mulai dibangun pada tahun 1969 dan selesai pada tahun 1971 Seoul Tower, yang juga dikenal dengan nama Namsan Tower atau N Seoul Tower dengan tinggi 236,7 meter ini terletak di gunung Namsan dan baru dibuka untuk umum pada tahun 1980.

Turun dari bis, kami berjalan kaki atau tepatnya mendaki dengan tanjakan mencapai 45° untuk mencapai pelataran N Seoul Tower. Rasanya saya tidak mampu berkata-kata lagi pada saat akhirnya mencapai pelatarannya. Bukan karena kagum dengan pemandangannya yang memang indah dari sana, tetapi karena kehabisan nafas. Jangankan berbicara, bernafas secara teratur saja rasanya sulit sekali. Ikan bernafas dengan insang, Sapi bernafas dengan paru-paru dan saya bernafas dengan ngos-ngosan.

Setelah nafas mulai teratur, kami berjalan masuk ke gedung di kaki menara untuk selanjutnya naik lift menuju ke observatory deck, dimana kami bisa melihat pemandangan 360° di sekeliling menara setinggi total 479,7 meter dari permukaan laut apabila ditambah dengan ketinggian gunung Namsang tempat tower ini ini berada. Setelah puas melihat pemandangan, kami turun lagi menggunakan lift ke pantai dasar dan menyempatkan untuk berfoto di depan Love Padlock.

Love Padlock
Love Padlock adalah kumpulan gembok-gembok yang bersusun menyerupai pohon. Pada gembok-gembok itu tercantum nama dan bahkan ada yang ditempeli foto. Mereka percaya apabila mencantumkan nama orang yang dicintai pada gembok yang kemudian digantung di pohon itu serta membuang kuncinya, cintanya akan abadi dan selalu bersama. Saya sempat berpikir untuk membeli gembok di sana dan kemudian menuliskan nama anak-anak saya agar mereka selalu bersatu. Sambil berjalan menuju tempat berjualan gembok, saya ngobrol dengan tour guide dan bertanya apakah dia pernah memasang gembok di pohon-pohon itu. Dia mengatakan sudah memasang 3 gembok di sana. "Berarti pacar kamu ada tiga?" tanya saya. Dengan entengnya dia menjawab "Tidak pak. Punya pacar, pasang gembok, kemudian putus. Dapat pacar lagi, pasang lagi, putus lagi. Setelah itu dapat lagi kemudian pasang lagi dan putus lagi. Sekarang saya sedang tidak punya pacar". Mendengar jawabannya, saya tidak jadi membeli gembok dan memutuskan untuk berjalan turun menuju bis.


Korean Broadcasting System (KBS)


Korean Broadcasting System (KBS)
Salah satu agenda kami selama berada di Seoul adalah mengunjungi Korean Broadcasting System (KBS). KBS adalah lembaga penyiaran nasional Korea Selatan. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1927, dan mengoperasikan radio, televisi serta layanan online, dan menjadi salah satu jaringan televisi terbesar Korea Selatan. Kunjungan ke KBS ini menjadi acara utama di hari ke tiga kami di Seoul.

Di Gedung KBS, terdapat KBS Exhibition Hall yang merupakan museum pertama di Korea yang didedikasikan untuk sejarah dan evolusi industri penyiaran Korea. Pengunjung bisa melakukan tour dan menyaksikan serta mencoba produksi radio dan siaran televisi secara langsung dengan menggunakan peralatan yang disediakan di sana.

Tour di KBS kami mulai dari ruang utama di lantai dua dan terus ke lantai keempat dan kelima. Selain museum kecil, Studio Drama Radio, Sound Effect Instrument, 9 o'clock news corner, Hologram Corner, 3D TV Experience Corner dan Chroma Key Corner, kami juga mendapat kesempatan untuk mengamati proses produksi acara TV dan proses siaran serta program radio di studio penyiaran melalui jendela.


K-Pop Performance


Show Champion
Dalam perjalanan menuju tempat makan siang setelah selesai acara di KBS, tour guide kami mengatakan bahwa setelah makan malam, kami akan melihat acara K-Pop yang diadakan oleh salah satu channel TV di Seoul, yaitu MBC Music Channel. Sebenarnya saya tidak terlalu tertarik dan ingin kembali ke hotel saja. Namun banyak peserta rombongan yang meminta saya untuk ikut melihat acara itu, sehingga saya memutuskan untuk bergabung dengan mereka.

Saat kami tiba, gedungnya sudah dipenuhi oleh ABG-ABG Seoul. Bukan cabe-cabean, tetapi kimchi-kimchian, menurut rekan-rekan peserta rombongan. Karena mendapatkan Tiket VIP, kami tidak perlu berdesak-desakan dengan para ABG, melainkan mendapat tempat duduk di balkon lantai 2. Pertunjukannya menarik, tata panggung dan tata lampunya sangat bagus. Performace Boyband dan Girlband nya juga bagus. Tidak rugi juga saya ikut saran rekan-rekan peserta rombongan untuk menonton pertunjukan ini, walaupun sebelum acara selesai, saya dan beberapa rekan memutuskan untuk keluar dan duduk di cafe yang ada di gedung itu, sambil merokok.


KCTA Exhibition


Exhibition @ Dongdaemun Design Plaza
Pada hari ke empat, kami menjalankan agenda utama kunjungan ke Seoul ini yaitu mengunjungi KCTA Exhibition, yang diselengarakan di Dongdaemun Design Plaza (dulunya adalah Dongdaemun Stadium, stadion Baseball dan sepakbola yang kemudian dipindahkan ke Gocheok-dong). Bentuk gedungnya futuristik, seperti pesawat luar angkasa di film-film Hollywood.

Pamerannya sendiri tidak terlalu besar, sedang-sedang saja dan bahkan terlalu kecil kalau dibandingkan dengan perjalanan kami ke Seoul untuk meyaksikannya. Tetapi pameran ini dibuat sangat menarik dengan adanya stand-stand dari operator televisi berbayar, programmer dan beberapa penyedia peralatan broadcast. Masing-masing stand menggelar berbagai games berhadiah yang mampu membuat pengunjung rela antre dengan tertib untuk mendapat kesempatan mencoba games-games itu dan mendapatkan hadiah. Ada juga stand yang mempromosikan program TV terbarunya dengan menghadirkan aktris dan aktor pemeran untuk membagikan souvenir dan memberikan tanda tangannya pada souvenir tersebut.


Hyundai HCN (HY Communications & Network) - MSO


Hyundai HCN
Setelah selesai mengunjungi KCTA Exhibition dan makan siang, saya dan rombongan yang adalah para pengusaha pemilik jaringan TV kabel lokal di daerah-daerah di Indonesia, mengunjungi Hyundai HCN, sebuah MSO (Multiple System Operator) yang salah satu kegiatan usahanya adalah sebagai operator TV berlangganan melalui jaringan Fiber Optik seperti halnya FirstMedia dan TV kabel milik para peserta rombongan di Indonesia. Jaringannya menjangkau 8 distrik dan kota di Korea Selatan dengan jumlah channel sebanyak 200 dan saat ini memiliki sedikitnya 1,3 juta pelanggan.

Setelah mendengarkan sedikit presentasi dan penjelasan dari manager yang sedang bertugas, kami dipersilakan untuk melihat-lihat studio penayangan dan peralatan mereka. Peralatan yang digunakan mengundang decak kagum rekan-rekan anggota ICTA. Selain alat-alatnya yang tergolong canggih bila dibandingkan dengan peralatan milik sebagian besar operator tv kabel lokal di Indonesia, kerapian dan kebersihan studio penayangan dan peralatan penyiaran ini patut diacungi jempol.


Gyeongbok Palace &  The National Folk Museum of Korea

Hari terakhir di Seoul, sebelum besok sore kembali ke Jakarta, rombongan kami menyempatkan untuk mengunjungi istana raja Korea - Gyeongbok Palace dan National Folk Museum of Korea, yang berada di dalam satu area. Perjalanan dari hotel tidak memakan waktu lama, hanya berkisar 30 menit, dan kami juga melewati istana presiden Korea Selatan - The Blue House.

Gyeongbok Palace


Gyeongbokgung
Gyeongbok Palace atau biasa disebut juga Gyeongbokgung Palace, adalah istana kerajaan pada jaman dinasti Joseon, yang dibangun pada tahun 1395 dan terletak di bagian utara kota Seoul, Korea Selatan. Istana ini adalah yang terbesar diantara lima Istana Besar lainnya yang dibangun oleh dinasti Joseon.

Istana ini hancur dilalap api saat terjadinya perang Imjin, dan dibiarkan selama dua abad sebelum akhirnya semua kamar sejumlah 7.700 dan sekitar 500 bangunan di lahan seluas lebih dari 40 hektar itu direstorasi oleh Pangeran Heungseon pada masa pemerintahan Raja Gojong.

Pada awal abad ke-20, sebagian besar istana secara sistematis dihancurkan oleh Kekaisaran Jepang. Setelah itu, secara bertahap, kompleks istana yang dikelilingi dinding tembok diperbaiki dan dikembalikan ke bentuk aslinya.


The National Folk Museum of Korea


The National Folk Museum of Korea
The National Folk Museum of Korea adalah museum nasional Korea Selatan yang terletak di area Gyeongbokgung Palace. Museum ini memiliki tiga ruang pameran utama yang menceritakan kehidupan tradisional sehari-hari rakyat Korea dalam bentuk diorama dan menyimpan lebih dari 98.000 artefak.

Ruang pameran yang pertama adalah "History of Korean People", yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di Korea mulai jaman prasejarah hingga saat ini, lalu ruang pameran berikutnya adalah "The Korean Way of Life", yang menggambarkan kehidupan penduduk desa di Korea di jaman kuno dan berbagai aspek kehidupan sehari-hari warga selama empat musim, yang dimulai dengan musim semi dan ruang pameran ke tiga adalah "Life Cycle of the Koreans", yang menggambarkan dalamnya akar Confucianism dalam budaya Korea dan bagaimana ideologi ini turut memunculkan sebagian besar adat dan budaya.


Korea Golf Show


Korea Golf Show 2015
Salah seorang Direktur di Lejel Group yang saat itu juga sedang berada di Seoul - Mr. Lee Ju Hyeoung memberikan informasi yang sangat menarik kepada saya, bahwa saat ini sedang ada pameran Golf yang diselenggarakan di COEX Convention and Exhibition Center. Seperti halnya saya, Mr. Lee juga penggemar Golf dan kami memutuskan untuk melarikan diri sejenak dari rombongan yang saat itu sedang berada di Myeongdong setelah sebelumnya "meracuni" salah seorang peserta yang lain, Bapak Rahman Halid, yang juga penggemar golf, untuk ikut bersama-sama ke pameran golf tersebut.

Perjalanan dari Myeongdong ke lokasi pameran di COEX Convention and Exhibition Center ternyata cukup jauh dan ada kemacetan di beberapa ruas jalan. Hampir satu jam kami bertiga menghabiskan waktu di dalam taxi. Tetapi semuanya terbayar setelah kami melihat pameran tersebut, yang ternyata memang pameran besar dan banyak merek-merek terkenal seperti Honma, Bridgestone Golf, Nike< Callaway, Taylormade, dll yang membuka stand dimana kami bisa melihat dan mencoba produk-produk baru mereka di mini driving range yang masing-masing merek menyediakan 4-5 line. Untuk pertama kalinya setelah beberapa hari tidak berkeringat, saya bercucuran keringat setelah mencoba bermacam-macam stick golf keluaran baru.

Soccty Cameron Putter Cover
Banyak juga toko-toko alat golf yang membuka stand dan memberikan harga khusus dari mulai stick golf, tas, sepatu dan asesoris-asesoris lainnya. Benar-benar harus kuat iman.

Saya sempat ingin membeli satu set Iron yang kebetulan harganya cukup miring dibandingkan Jakarta, tetapi niat itu saya urungkan mengingat kami berencana untuk kembali ke hotel menggunakan subway, yang tentunya akan mereepotkan kalau sambil menggendong satu set stick golf.

Untuk pelipur lara, akhirnya saya membeli custom putter cover untuk Scotty Cameron Putter saya yang kebetulan sudah lama mencari di Jakarta tetapi belum menemukan yang harganya wajar, sementara kalau lewat eBay, harganya makin mahal terkena ongkos kirim dan pajaknya.


SMTOWN


SMTOWN @ Coex Atrium
Selesai melihat pameran golf, saat berjalan menuju stasiun subway, kami melewati SMTOWN yang berlokasi di COEX Mall. Selagi sudah di depannya, kami memutuskan untuk masuk dan melihat SMTOWN, yang sebenarnya adalah sebuah nama yang digunakan bagi kumpulan group music dan artis-artis penanyi yang bernaung di bawah bendera SM Entertainment. SM Entertainment mempunyai usaha di bidang label rekaman, talent agency, produksi film dan music, event management dan music publishing. Artis-artis yang bernaung di bawah bendera SM Entertainment diantaranya adalah Super Junior, Girls' Generation, SHINee, EXO, BoA, dan Kyuhyun.

Di dalam The SMTOWN@coexatrium ini terdapat SMTOWN Studio. SMTOWN LIVErary CAFÉ, SMTOWN Theatre dan juga menjual merchandise artis-artis, boyband dan girlband. Bagi saya, tidak ada yang menarik untuk dibeli. Mungkin karena saya  dan Mr. Lee sudah melewati batas umur sebagai fans boyband dan girlband Korea. Hanya Pak Rahman yang membeli paket DVD untuk putrinya yang fans K-Pop.


Dongdaemun, Myeongdong, Insadong dan Garosu Gil


Shopping
Shopping? Saya paling suka shopping dan selagi di Seoul, saya sempatkan untuk mengunjungi tempat shopping yang terkenal, yaitu Dongdaemun, Myeongdong, Insadong dan Garosu Gil. Intinya tetap sama, yaitu shopping. Tetapi atmosphere-nya berbeda. Dongdaemun terdiri dari toko-toko di dalam beberapa mall yang bersebelahan, Myeongdong terdiri dari deretan banyak toko-toko seperti pasar baru di Jakarta atau Pitt St. Mall di Sydney, sementara Insadong mengigatkan saya pada deretan toko-toko di jalan raya legian serta Kuta Square, dan Garosu Gil adalah deretan toko-toko yang kebanyakan adalah boutique lokal dan boutique dari merek-merek dunia.

Saya sempatkan shopping dan membeli oleh-oleh di Dongdaemun, Myeongdong dan Insadsong, tetapi tidak ada yang saya beli di Garosu Gil karena harganya yang lumayan mahal dan karena merek-merek tersebut bisa dengan mudah didapat di Jakarta atau Singapore dengan harga yang lebih murah.


Suhu Udara

Suhu udara selama 6 hari
Hal yang paling tidak menyenangkan selama kami berada di Seoul adalah suhu udara yang terlalu dingin untuk kami yang terbiasa hidup di daerah tropis dengan suhu rata-rata Jakarta yang berkisar 27°C hingga 32°C. Saya pernah tinggal beberapa tahun di Sydney, tetapi suhu minimum di musim dingin adalah 7°C sedangkan selama 6 hari di Seoul, kami sempat merasakan suhu hingga -6°C dan suhu terhangat adalah 6°C. Lain lagi cerita di kamar hotel, karena saya selalu memasang heater dengan suhu 28°C. Keuntungan udara dingin adalah kami tidak berkeringat, sehingga baju dapat dipakai 2 hingga 3 hari, tetapi kerugiannya adalah seolah kami hanya pergi ke Seoul selama 1 hari, karena semua foto selalu menggunakan tampilan baju yang sama - jaket tebal, scarf dan beannie hat.


Kembali ke Jakarta


Seoul to Jakarta
Tidak terasa sudah enam hari kami berada di Seoul dan akan segera kembali ke Jakarta. Satu lagi Business Trip sudah saya lakukan. Bertambah lagi pengalaman dan pelajaran baru bagi saya. Kunjungan ke Seoul ini membuat saya kagum, bagaimana bangsa ini, yang merdeka dari penjajahan Jepang hanya 2 hari sebelum bangsa kita, tepatnya tanggal 15 Agustus 1945 dan sempat menjadi negara miskin karena tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti kita, saat ini sudah menjadi negara maju dan kaya, yang produk-produknya baik elektronik maupun otomotif sudah bisa "berbicara" di kelas dunia.

Start di garis yang sama dengan mereka, dengan modal yang jauh lebih banyak berupa kekayaan alam yang melimpah ruah, tetapi mengapa kita bisa tertinggal dari mereka? Samsung, LG, Hyundai, KIA hanyalah sebagian merek dari produk yang berasal dari Korea Selatan. Apakah kita sudah punya merek dan produk yang setidaknya hampir sekelas itu? Kita yang terlalu lambat atau mereka yang terlalu cepat? Ada perbedaan yang tipis antara realitas dan pesimistis pada diri saya, bahwa 20 tahun lagi, belum tentu kita dapat menyamai capaian mereka saat ini.