Ada yang unik pada waktu pesawat yang membawa saya mendarat di Bandara Mutiara, Palu. Saat itu hujan cukup deras dan bandara tidak dilengkapi Garbarata, karena memang bandaranya kacil.
Sampai dengan pesawat berhenti, melalui jendela pesawat tidak terlihat ada bus yang mendekati untuk membawa kami ke gedung terminal. Ternyata saat menuruni tangga pesawat, saya melihat petugas bandara di ujung tangga, berdiri disamping sebuah drum yang dipenuhi payung. Dia membagikan payung satu per satu kepada penumpang yang kemudian berjalan sambil perpayung ke terminal kedatangan. Lucu juga melihat barisan berpayung dan saya menjadi bagian dari barisan berpayung itu.
Kota Palu, sekalipun adalah ibukota propinsi, adalah kota kecil dan tenang. Tidak ada kemacetan dan tidak banyak traffic light. Hanya ada 2 traffic light sepanjang perjalanan dari bandara ke hotel, dan di perjalanan menuju hotel, kami menyusuri tepi pantai. Pemandangan yang indah karena saya menyukai pantai dan kurang menyukai pemandangan pegunungan.
Sulteng Pos, berdiri paling kiri adalah almarhum John |
Saya sempat muncul di koran lokal Palu pada edisi keesokan paginya, karena pemilik salah satu TV lokal yang hadir malam itu, juga adalah pemilik koran tersebut. Beliau datang pagi hari saat breakfast dan memberikan korannya kepada saya. Memang malam itu kami sempat berfoto bersama-sama, tetapi saya mengira fotonya hanya untuk kenang-kenangan.
Suka sama pose fotonya yg muncul di koran lokal, samar2 terlihat seperti group band.
ReplyDelete