17 June, 2014

Sorong


Untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di bumi Papua, Sorong adalah kota pertama, dan pada waktu itu rencana ke Sorong harus direvisi beberapa kali, karena tidak setiap hari ada jadual penerbangan yang sesuai dengan tanggal meeting saya di tiap kota, khususnya penerbangan dari dan ke Sorong, baik itu masuk Sorong dari Manado dan keluar ke Makassar, ataupun sebaliknya.

Bandara Domine Eduard Osok, Sorong
Jadual meeting saya kali ini adalah di Manado, Sorong, Makassar dan Ambon. Apabila salah menjadualkan penerbangan, rutenya akan menjadi semakin jauh, atau saya harus tinggal di satu kota lebih lama dari yang saya perlukan. Biaya bisa membengkak dan saya kelelahan. Jadi rute yang paling efisien adalah dari Jakarta ke Manado, dilanjut ke Sorong, kemudian ke Makasar, dilanjut lagi ke Ambon dan kembali lagi ke Jakarta.

Di Manado, dari pembicaraan dengan teman-teman media setempat, saya mendapat info bahwa sebelum ke Papua sebaiknya kita mendapatkan vaksin anti Malaria karena besar kemungkinan bisa terjangkit Malaria. Setelah saya ke rumah sakit, dokter mengatakan bahwa apabila di vaksin pagi itu dan siangnya saya sudah ke Sorong, vaksinnya belum efektif mencegah Malaria. Diperlukan setidaknya beberapa hari setelah vaksin, sebelum vaksin itu efektif mencegah Malaria. Jalan satu-satunya adalah minum pil kina 1 kali sehari selama seminggu lebih. Jadilah saya mulai hari itu hingga hampir dua minggu sesudahnya minum pil kina setiap hari.

Tiba di Sorong, saya mendapat pengalaman baru di bandara. Terminalnya kedatangannya kecil, mungkin hanya sebesar aula sekolah. Begitu kami turun dari bus yang membawa kami dari pesawat dan memasuki terminal kedatangan, pintu kemudian ditutup dan dikunci dari luar. Ruang kedatangan tidak dilengkapi AC, sehingga udaranya pengap dan maaf, bercampur aroma keringat porter-porter di sana.

Gedung terminal kedatangan, bandara Sorong
Saya mencari-cari conveyor belt untuk mengambil bagasi, tetapi tidak menemukannya, sehingga akhirnya saya bertanya kepada salah satu porter, dimana saya bisa mengambil bagasi saya. Dia hanya menjawab "Tunggu saja Pak, sebentar lagi".

Dan benar juga, tidak lama kemudian ada jendela kecil terbuka dan salah satu petugas yang berdiri di depannya menerima koper dari luar, satu persatu, kemudian meneriakkan nomer tag bagasi. Pemilik bagasi maju satu per satu bila nomernya disebutkan, menunjukkan tag bagasi, mengambil barangnya, kemudian meninggalkan ruang kedatangan itu.

Saat akhirnya menerima bagasi, saya sudah lumayan mabok bau badan dan buru-buru keluar dari ruang kedatangan untuk mencari udara segar.

No comments:

Post a Comment